Selasa, 20 Januari 2009

Efisiensi Energi dan Exergi secara Optimal dengan Hukum Termodinamika

Sepertinya telah menjadi kodrat manusia di dunia ini apabila sesuatu itu tersedia secara melimpah dan murah, maka penggunaannya pun cenderung boros atau tidak memperhatikan efisiensi. Hal tersebut juga berlaku dalam penggunaan di bidang energi terutama untuk penggunaan jenis energi yang vital bagi manusia dan pembangunan yaitu energi listrik dan bahan bakar minyak (BBM).

Di Indonesia, fenomena diatas pun telah lama terjadi. Selama ini rakyat Indonesia telah dimanjakan dengan biaya listrik dan harga BBM murah, sehingga menimbulkan suatu argumen bahwa energi berada dalam jumlah melimpah. Secara tidak langsung, hal ini telah menumbuhkan perilaku pola konsumsi yang konsumtif/boros dan tidak terkendali dari sebagian besar rakyat Indonesia terhadap penggunaan energi. Akibat dari pemborosan tersebut, Indonesia diprediksi oleh para ahli energi pada kurun waktu 15-20 tahun mendatang akan mengalami krisis energi.

Ditengah prediksi yang mencemaskan itu, maka masalah energi secara umum menjadi krusial untuk disiasati. Berbagai solusi dan alternatif telah ditawarkan oleh banyak para ahli, baik berupa pendiversifikasian energi, penggunaan energi alternatif, ataupun dengan konservasi energi. Secara umum semua solusi yang ditawarkan adalah tepat. Tetapi apabila tidak diikuti dengan adanya efisiensi energi oleh masyarakat, pemerintah ataupun industri, maka semua solusi tersebut bukanlah sebuah solusi pemecahan yang tuntas dan berkelanjutan.

Prinsip dasar dari efisiensi energi adalah menggunakan jumlah energi yang sedikit tetapi tujuan atau hasil yang didapat sangat maksimal. Dalam upaya efisiensi energi ini, kajian kimia dan fisika terutama pada hukum Termodinamika yang membahas masalah energi telah memberikan konsep ilmiah yang berguna dalam upaya efisiensi energi secara tepat guna dan optimal. Namun sayang terkadang para pembuat kebijakan energi di negeri ini sering melupakan tentang fenomena tersebut.

Konsep Efisiensi dalam Hukum Termodinamika

Untuk merancang sebuah perencanaan yang optimal dalam memanfaatkan energi, berbagai konsep telah dikembangkan, yang salah satunya adalah dengan analisis energi dan analisis exergi yang berdasarkan pada hukum Termodinamika. Untuk analisis energi, konsepnya terfokus pada hukum ke-1 Termodinamika sedangkan analisis exergi terfokus pada hukum ke-2 Termodinamika.

Disebutkan dalam hukum ke-1 Termodinamika bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Dalam pendekatan hukum ke-1 ini, strategi efisiensi energi lebih cenderung pada pemanfaatan sumber daya energi secara efisien. Efisien yang dimaksud disini adalah penggunaan sumber-sumber energi disesuaikan dengan kualitas yang dibutuhkan. Dengan menyesuaikan sumber-sumber energi dengan penugasannya sehingga dapat mencegah pemborosan penggunaan energi berkualitas tinggi hanya untuk tugas yang berkualitas rendah. Kelemahan pada pendekatan hukum ke-1 Termodinamika ini terletak pada hukum ini tidak memperhitungkan terjadinya penurunan kualitas energi.

Untuk itu, pendekatan hukum ke-2 Termodinamika telah memberikan konsep efisiensi yang lebih baik. Dalam hukum ke-2 Termodinamika atau dikenal juga sebagai hukum degradasi energi dikemukakan bahwa tidak ada proses pengubahan energi yang efisien sehingga pastilah akan terjadi penurunan kualitas energi didalamnya. Kualitas energi ini disebut sebagai exergi. Exergi ini dapat ditransfer di antara sistem dan dapat dihancurkan oleh irreversibiltas di dalam sistem. Dalam pendekatan hukum ke-2 Termodinamika ini strategi efisiensi energi yang direkomendasikan adalah pemanfaatan energi secara optimal termasuk di dalamnya pemanfaatan exergi-exergi. Sehingga dalam pendekatan ini diharapkan tidak ada energi dan exergi yang terbuang percuma ke lingkungan.

Dari kedua analisis diatas yaitu analisis energi dan exergi. Diketahui bahwa hasil dari analisis exergi lebih mempunyai dampak secara signifikan dalam upaya efisiensi energi dan exergi secara optimal dibandingkan analisis energi. Beberapa kelebihan analisis exergi dibandingkan analisis energi menurut Agus Sugiyono (2000) adalah (1) lebih akurat dalam membuat desain yang optimal bagi proses industri maupun pembangkit listrik, (2) lebih teliti dalam menentukan energi yang hilang dalam proses maupun yang dibuang ke udara, dan terakhir (3) dapat menentukan kualitas energi. Jelasnya adalah memaksimalkan efisiensi hukum ke-2 Termodinamika akan mendorong strategi yang lebih baik daripada memaksimalkan efisiensi hukum ke-1 Termodinamika.

Contoh sederhana dalam membedakan kedua strategi antara hukum ke-1 dan 2 Termodinamika adalah dalam hal evaluasi penggunaan listrik untuk pemanas ruangan. Pendekatan hukum ke-1 Termodinamika hanya akan memberikan strategi efisiensi energi dengan cara merekomendasikan penggunaan peralatan pemanas ruangan yang efisien. Sedangkan hukum ke-2 Termodinamika menilai bahwa penggunaan listrik untuk pemanas ruangan termasuk dalam kategori pemborosan energi. Hal ini karena energi panas termasuk dalam kategori energi berkualitas rendah. Tugas dan kebutuhan energi kualitas rendah seperti pemanas ruangan ini dapat diperoleh lebih efisien dan murah dengan cara lain.

Di beberapa gedung perkantoran di beberapa negara maju, untuk memanaskan ruangan, energi panas tersebut dapat diperoleh dengan cara menangkap limbah panas yang dipancarkan dari peralatan kantor seperti komputer, mesin photocopy, dan lampu. Beberapa contoh lain yang sejenis dari strategi hukum ke-2 Termodinamika mengenai energi panas adalah dalam hal evaluasi penggunaan water heater (pemanas air), dimana untuk memanaskan air kita tidak lagi perlu menggunakan listrik, tetapi memanfaatkan limbah panas dari mesin Air Conditioner (AC) ataupun contoh lain adalah pemanfaatan limbah panas dari mesin generator listrik berbahan bakar solar untuk memanaskan air di bak mandi. Jadi dalam hal ini energi listrik yang merupakan energi dengan kualitas tinggi tetap dipertahankan untuk melakukan suatu kerja dengan kualitas yang sepadan. Sedangkan energi-energi listrik yang telah terkonversi menjadi energi panas, tidak begitu saja terbuang percuma ke lingkungan, tetapi dimanfaatkan untuk hal lain yang sepadan dengan kualitas energinya. Sehingga dengan cara ini pemanfaatan energi benar-benar dikelola secara optimal.

Lebih lanjut, dalam contoh skala yang lebih besar, semisal dalam suatu kota di pegunungan yang memerlukan kapasitas pemanas ruangan, strategi hukum ke-1 Termodinamika akan terdiri dari (1) penggunaan pemanas listrik yang sangat efisien, dan (2) membangun banyak pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Hal yang berbeda akan diberikan oleh hukum ke-2 Termodinamika yang akan terdiri dari (1) identifikasi sumber-sumber energi kualitas rendah dalam struktur lokal yang bisa dipanaskan dan (2) cara-cara menyalurkan sumber-sumber tersebut. Dari kasus-kasus diatas diketahui bahwa memaksimalkan efisiensi hukum ke-2 Termodinamika akan menghasilkan dampak yang lebih baik terhadap penentuan kebijakan di bidang energi.

Sejauh ini, penggunaan analisis exergi yang berdasarkan pada hukum ke-2 Termodinamika ini telah banyak diterapkan di berbagai proses industri maupun di pembangkit-pembangkit listrik. Untuk membuat model dalam analisis exergi ini melibatkan variabel-variabel data yang sangat banyak dan berinteraksi dengan persamaan yang kompleks. Penggunaan data-data primer tentang energi yang rinci dan konsisten, sangatlah diperlukan dalam mendukung pembuatan model exergi untuk kemudian dintreprestasi lebih lanjut untuk menentukan langkah-langkah efisiensi yang harus dilakukan. Tetapi jika data-data tersebut sulit diperoleh maka penggunaan data-data sekunder yang diturunkan dari data-data non energi dapatlah digunakan. Beberapa data yang diperlukan adalah pendapatan daerah, pendapatan sektor industri, jumlah rumah tangga, jumlah angkutan umum, penjualan listrik dari PLN dan data produksi dari sektor pertanian.

Penutup

Hukum Termodinamika yang telah kita pelajari dalam bangku-bangku perkuliahan secara tersirat telah memberikan sebuah konsep yang unik dalam upaya efisiensi energi yang perlu terus kita gali dan kembangkan. Geliat perkembangan di bidang termodinamika dewasa ini terus melaju dan dinamis, termasuk diperkenalkannya konsep emergy (embodied energy) atau energi yang telah disertakan dalam suatu benda oleh H. T Odum dari Environmental Enginering Sciences University of Florida. Yang menurut beberapa pakar dibidang ini lebih baik daripada konsep exergy terutama bila merujuk pada sifat heterogenitas dari sistem. Akan tetapi di Indonesia sangat sedikit sekali bahkan bisa dikatakan tidak ada peneliti yang mengkaji dan menerapkan konsep emergy ini. Sehingga penggunaan konsep exergy di Indonesia masih layak untuk tetap diaplikasikan.

Pemisahan campuran dengan cahaya


Ilmuwan di Inggris telah menggunakan cahaya untuk memisahkan campuran-campuran kimia yang kompleks. Metode ini bisa digunakan untuk merecovery produk-produk bernilai tinggi dan nanopartikel-nanopartikel katalitik dari campuran-campuran reaksi, klaim mereka.

Julian Eastoe, di Universitas Bristol, dan rekan-rekannya menambahkan surfaktan sensitif-permukaan ke dalam mikroemulsi. Ketika mereka menyinari campuran tersebut dengan sinar UV, surfaktan menyebabkan fase minyak dan fase air dalam emulsi berpisah.

Sebelumnya, para peneliti bergantung pada panas, perubahan pH, atau penambahan garam untuk memisahkan fase-fase dalam mikroemulsi. Metode yang baru ini tidak merubah komposisi kimia mikroemulsi atau menggunakan energi yang sama banyaknya dengan pemisahan yang menggunakan panas.

"Kami cukup kagum dengan peluang-peluang yang ditawarkan oleh partikel-partikel teraktivasi cahaya, koloid, dan interfase-interfase. Ini akan lebih memperkaya bidang teknik kimia" kata Eastoe. Yang lebih penting lagi, tambah Eastoe, pemisahan-pemisahan ini bersifat reversibel. Setelah sebuah sampel yang terdispersi dipisahkan, sampel tersebut bisa didispersi lagi dan kemudian dipisahkan kembali. "Penelitian ini menunjukkan mungkinnya membuat koloiod yang dipicu oleh cahaya," kata dia.

Ketika sinar UV disinarkan ke emulsi, surfaktan menyebabkan fase minyak dan air berpisah

"Yang sangat menarik tentang penelitian ini adalah bahwa melalui penambahan sedikit surfaktan fotoresponsif, mereka telah mentransformasi mikroemulsi konvensional menjadi sebuah sistem fotoresponsif," kata Ted Lee, seorang ahli di bidang sistem surfaktan responsif di Universitas California Selatan, Los Angeles, Amerika Serikat.

Metode baru ini bisa digunakan dalam sistem pelepasan dan penyaluran teraktivasi-cahaya untuk farmaseutik dan agrokimia, papar Eastoe. Tetapi dia mengatakan tantangan selanjutnya adalah bagaimana membuat surfaktan-surfaktan fotoresponsif yang murah, aman dan ramah lingkungan.

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

Unsur-unsur toksik dalam asap rokok

Logam-logam berat seperti arsenik, kadmium, dan timbal telah dideteksi dalam asap rokok,dengan menunjukkan bahwa unsur-unsur toksik ini bisa merambat sampai jarak berbeda-beda alam aliran udara.

Rokok yang sedang terbakar menghasilkan lebih dari 4000 zat kimia; banyak diantaranya yang bersifat toksik dan sekitar 40 menyebabkan kanker. Senyawa-senyawa ini tetap berada di udara sebagai asap tembakau lingkungan yang dihirup oleh orang lain di kawasan tersebut. Ada dua tipe asap rokok, yaitu: asap rokok utama yang keluar dari mulut perokok dan asap sampingan yang berasal dari ujung rokok yang terbakar.

Ketika meneliti logam-logam berat dalam asap rokok sampingan, para peneliti di perusahaan rokok Philip Morris, US, menemukan tumpukan arsenik dalam cerobong asap yang digunakan dalam tahap pertama pada peralatan mereka. Fenomena ini tidak ditemukan untuk kadmium atau timbal. Mereka menganggap bahwa yang menyebabkan ini terjadi adalah bahwa arsenik bisa menjadi uap cair sedangkan kadmium dan timbal adalah partikulat padat.

Michael Chang dan rekan-rekannya menggunakan sebuah alat yang disebut cerobong "ekor ikan" untuk menyalurkan asap dari sebatang rokok yang sedang terbakar menuju ke sebuah jet impactor yang mengumpulkan asap sebagai kondensat. Asap yang tersisa dilewatkan melalui sebuah saringan ester selulosa campuran untuk mencoba menangkap asap yang tersisa. Beberapa cara dicoba untuk mempersiapkan asap yang telah berkondensasi pada bagian-bagian yang berbeda dari alat. Metode yang terbaik adalah pengambilan sampel adukan, yang melibatkan penggunaan deterjen Triton X-100 dan asam nitrat untuk membuat adukan dengan kondensat asap. Spektroskopi massa berpasangan induktif digunakan untuk menganalisis adukan.

Deposisi persentase total arsenik yang lebih besar (20 persen), dibanding kadmium atau timbal (kurang dari 5 persen) dalam cerobong tersebut menunjukkan bahwa unsur-unsur toksik dalam asap rokok bisa merambat secara berbeda dalam aliran udara dan bisa terdeposisi pada titik-titik berbeda. Para peneliti ini menduga perilaku ini disebabkan oleh perbedaan antara unsur fase padat (partikulat) dan cair (uap).

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

Pendeteksian fluoride dengan mata telanjang

Sebuah sensor efektif untuk pendeteksian fluoride dalam air dengan penglihatan telah dikembangkan oleh kimiawan di Cina.

Chun-ying Duan, Zhi-ping Bai dan rekan-rekannya di State Key Laboratory of Coordination Chemistry, Nanjing, telah membuat sebuah senyawa ruthenium yang berubah warna dari orange menjadi biru-ungu ketika terikat dengan sebuah anion fluoride.

Sistem ini mengandung sebuah segmen bipyridin ruthenium fotoaktif yang meningkatkan pengikatan ke anion fluoride melalui interaksi elektrostatis. Ini menimbulkan perubahan warna dramatis yang bisa diamati dengan mata telanjang.

Sekarang ini telah banyak sistem komersial untuk pendeteksian fluoride yang sederhana dan murah. Fluoride telah memiliki peranan dalam mencegah kerusakan gigi dan sekarang ini sedang diteliti sebagai sebuah pengobatan untuk osteoporosis. Akan tetapi, keterpaparan berlebihan juga bisa menyebabkan fluorosis, salah satu jenis toksisitas fluoride yang bisa mengarah pada berlubangnya email gigi dan perubahan warna. Sampai sekarang ini, belum ada senyawa yang memberikan output yang dapat diukur ketika terikat dengan anion fluoride.

Sensor yang ditemukan ini bisa dibuat sebagai sebuah kertas-uji, mirip dengan kertas pH, dan tidak diperlukan instrumentasi spektroskopi. Sensor ini sangat selektif dan bisa mendeteksi fluoride dalam larutan berair pada batas terendah sekitar 10 ppm.

Duan dan Bai berharap agar sensor yang murah dan baru serta efektif ini benar-benar bermanfaat dalam membantu mencegah fluorosis di daerah-daerah terbelakang.

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

Pembuangan dan Penanganan Bahan Kimia Tumpahan di Laboratorium

Laboratorium yang baik adalah laboratorium yang tidak hanya memperhatikan masalah ketelitian analisa saja. Akan tetapi laboratorium yang baik juga harus memperhatikan masalah pembuangan limbah. Limbah yang dibuang sembarangan, jika masuk ke badan air tanah dan mengalir ke pemukiman penduduk akan menimbulkan bahaya. Terutama logam-logam berat. Jika tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan makhluk hidup dan merusak lingkungan.

Pembuangan Limbah

Secara umum, metoda pembuangan limbah laboratorium terbagi atas empat metoda.

Pertama, pembuangan langsung dari laboratorium. Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dala air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang.

Kedua, dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.

Ketiga, pembakaran dalan insenerator. Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik.

Keempat, dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun.

Penanganan dan Pemusnahan Bahan Kimia Tumpahan

Disamping metoda-metoda yang telah disebutkan diatas, terdapat beberapa jenis tumpahan bahan kimia sisa yang perlu mendapatkan perlakuan khusus sebelum dibuang keperairan. Bahkan diantaranya perlu dimusnahkan sebelum dibuang. Diantara bahan-bahan kimia tersebut antara lain ;

1. Tumpahan Asam-asam Anorganik

Tumpahan asam-asam anorganik seperti HCl, HF, HNO3, H3PO4, H2SO4 haruslah diperlakukan dengan penanganan khusus. Bahan tumpahan tersebut permukaannya ditutup dengan NaHCO3atau campuran NaOH dan Ca(OH)2 dengan perbandingan1:1. Selanjutnya diencerkan dengan air supaya brbentuk bubur dan selanjutnya dibuang kebak pembuangan air limbah.

Basa Akali dan Amonia

Tumpahan basa-basa alkali dan ammonia seperti amonia anhidrat, Ca(OH)2, dan NaOH dapat ditangani dengan mengencerkannya dengan air dan dinetralkan dengan HCl 6 M. Kemudian diserap dengan kain dan dibuang.

3. Bahan-Bahan Kimia Oksidator

Tumpahan bahan-bahan kimia oksidator (padat maupun cair) seperti amonium dikromat, amonium perklorat, asam perklorat, dan sejenisnya dicampur dengan reduktor (seperti garam hypo, bisulfit, ferro sulfat) dan ditambahkan sedikit asam sulfat 3 M. selanjutnya campuran tersebut dinetralkan dan dibuang.

4. Bahan-Bahan Kimia Reduktor

Tumpahan bahan-bahan kimia reduktor ditutup atau dicampurkan dengan NaHCO3 (reaksi selesai) dan dipindahkan ke suatu wadah.. Selanjutnya kedalam campuran tersebut ditambahkan Ca(OCl)2 secara perlahan-lahan dan air (biarkan reaksi selesai). Setelah reaksi selesai cmpuran diencerkan dan dinetralkan sebelum dibuang ke perairan.

Untuk pemusnahan bahan reduktor (seperti Natrium bisulfit, NaNO2, SO, Na2SO2) dapat dipisahkan antara bentuk gas dan padat. Untuk gas (SO2), alirkan kedalam larutan NaOH atau larutan kalsium hipoklorit. Untuk padatan, campurkan dengan NaOH (1:1) dan ditambahkan air hingga terbentuk slurry. Slurry yang terbentuk ditambahkan kalsium hipoklorit dan air dan dibiarkan selama 2 jam. Selanjutnya dinetralkan dan dibuang ke perairan.

Sianida dan Nitril

Tumpahan sianida ditangani dengan menyerap tumpahan tersebut dengan kertas/tissu dan diuapkan dalam lemari asam, dibakar, atau dipindahkan kedalam wadah dan dibasakan dengan NaOH dan diaduk hingga terbentuk slurry. Kemudian ditambahkan ferro sulfat berlebih dan dibiarkan lebh kurang 1 jam dan dibuang keperairan.

Pemusnahan sianda dapat dilakukan dengan cara menambahkan kedalamnya larutan asa dan kalsium hipoklorit berlebih dan dibiarkan 24 jam. Selanjutnya dibuang ke perairan.

Untuk tumpahan nitril, ditambahkan NaOH berlebih dan Ca(OCl)2. setelah satu jam dibuang keperairan. Cuci bekas wadah dengan larutan hipoklorit.

Pemusnahan nitril dilakukan dengan menambahkan kadalamnya NaOH dan alkohol. Setelah 1 jam uapkan alkohol dan ditambahkan larutan basa kalsium hipoklorit. Setelah 24 jam dapat dibuang ke perairan.

Demikianlah beberapa metoda dalam penanganan dan pemusnahan tumpahan bahan-bahan kimia sisa yang terdapat dilaboratorium sebelum dibuang diperairan. Semoga bermanfaat.

Kompleks kobalt-aspirin menjanjikan sebagai anti-tumor

Mengkombinasikan suatu kompleks koblat dengan aspirin secara signifikan merubah sifat-sifat anti-kanker molekul tersebut, sebagaimana yang telah ditemukan oleh peneliti-peneliti di Eropa. Penelitian mereka menjadi dasar untuk penemuan terapi-terapi anti-tumor baru dengan menambahkan fragmen-fragmen organologam ke dalam obat tertentu.

Ingo Ott, di Free University of Berlin − yang memimpin sebuah kolaborasi peneliti dari Jerman, Australia, dan Belanda − menjelaskan bahwa setelah berhasilnya obat kemoterapi yang mengandung platinum, cisplatin, banyak penelitian yang mulai menyelidiki obat-obat organologam yang lain.

Tim Ott telah meneliti spesies heksakarbonildikobalt [Co2(CO)6] yang terikat ke berbagai ligan alkin, dan menemukan bahwa aktivitas antitumor dari kompleks kobalt ini lebih potensial ketika dikombinasikan dengan aspirin dibanding senyawa lain.

Ini melahirkan kesimpulan bahwa aktivitas anti-tumor harus terkait dengan keberadaan aspirin − bukan dengan kompleks kobalt saja," kata Ott.

Jalur-jalur yang berubah

"Kami menemukan bahwa beberapa jalur yang relevan dengan pembentukan tumor secara signifikan berubah untuk senyawa yang mengandung kobalt," kata Ott ke Chemistry World.

Secara khusus, tim ini menunjukkan bahwa kompleks kobalt yang besar menyebabkan aspirin berinteraksi secara berbeda dengan enzim-enzim siklooksigenase (COX) (yang menghasilkan prostaglandin dan molekul-molekul pensinyalan lain yang terkait dengan inflamasi dan pembekuan darah

Jika aspirin biasa menghambat enzim COX dengan mensubstitusi sebuah residu serin pada sisi aktifnya dengan gugus asetil, tom Ott menunjukkan bahwa kobalt-aspirin tidak mengganti residu serin tersebut, tetapi justru mensubstitusi residu lysin pada lokasi yang lain dengan gugus asetil. Ini merubah jalur-jalur biokimia yang terjadi pada aktivitas COX, kata para peneliti ini.

Setelah melakukan penelitian lebih lanjut dengan eksperimen pada embrio-embrio ikan zebra, para peneliti ini menemukan bahwa kobalt-aspirin bisa menghambat pertumbuhan sel dan pembentukan pembuluh darah kecil − dua faktor yang penting bagi pertumbuhan tumor.

Obat-obat yang mentargetkan enzim-enzim COX-2, seperti Merck's Vioxx, baru-baru ini telah menjalani penelitian intensif setelah diketahui bahwa obat-obat ini bisa menyebabkan efek-samping kardiovaskular. Akan tetapi, ini kelihatannya tidak mungkin menjadi masalah pada kompleks kobalt-aspirin, kata Ott, karena kompleks ini bukan merupakan inhibitor COX-2 yang selektif, dia menambahkan, obat ini masih dalam tahap perkembangan awal dan trial-trial pada hewan merupakan tahapan selanjutnya yang akan dilakukan.

Saya pikir bahwa ada banyak potensi pada inhibitor-inhibitor enzim organologam, kata Stefan Knapp dalam Konsorsium Genomik Struktural di Oxford. "Bidang biokimia yang baru ini menawarkan kemungkinan menarik untuk perancangan senyawa-senyawa ampuh − tetapi masih banyak yang harus dipelajari tentang bagaimana inhibitor-inhibitor ini berperilaku dalam sistem hidup."

Disadur dari: http://rsc.org/chemistryworld/

Kertas Anti Air

Ilmuwan di Swedia telah mengungkap sebuah teknik baru untuk membuat kertas anti-air yang yang membersihkan diri sendiri.

Sebuah tim ilmuwan polimer dari Royal Institute of Technology, Stockholm, memodifikasi kertas saring biasa untuk membuatnya menjadi hidrofob. Tetes-tetes air bergulir di atas permukaan kertas, dengan membawa debu dan debris jatuh bersama tetes-tetes air tersebut.

Tim ini menggunakan sebuah teknik yang dikenal sebagai polimerisasi radikal transfer atom untuk memindahkan gugus glisidil metakrilat ke atas serat-serat selulosa pada kertas. Mereka kemudian memindahkan molekul-molekul mirip "sikat", yang mengandung atom-atom fluorin, ke permukaan tersebut. Sikat-sikat yang berfluorin ini menolak air dan menjadikan permukaan bersifat hidrofob.

Kertas dan selulosa memiliki harga yang murah, cukup melimpah, terbiodegradasi dan terbaharukan. Teknik yang ditemukan ini membuka kemungkinan untuk pengaplikasian baru dari selulosa dan kertas. Eva Malmström, yang memimpin tim peneliti ini, mengatakan, "di masa mendatang kita bisa membuat pola kertas-kertas tipis dengan menggunakan pendekatan ini." Ini kemudian bisa memungkinkan pembuatan sensor-sensor kimiawi dengan memodifikasi kertas.

Tetes-tetes air bergulir jatuh dari permukaan kertas yang dimodifikasi dengan molekul-molekul mirip sikat.

Tim ini mengatakan metode "pemindahan" dua tahapan ini bisa digunakan untuk merubah permukaan-permukaan kasar lainnya. Mereka sekarang sedang meneliti komposit-komposit berlapis dari material biologi dan polimer. "Apabila substrat dipadukan bersama maka mereka akan membentuk sebuah material padat. Ini merupakan pendekatan yang sangat bermanfaat untuk membuat material-material komposit berdasarkan persentase material terbaharukan yang sangat tinggi," kata Malmsteöm.

Tantangan lainnya yang dihadapi tim ini adalah membuat teknik tersebut lebih ramah lingkungan. "Kami telah menggunakan jumlah fluorin yang banyak, yang mana tidak begitu menarik," kata Malmström. Dia berharap dapat menemukan cara-cara alternatif untuk mencapai hasil yang serupa tanpa penggunaan fluorine.

Disadur dari: http://rsc.org/chemistryworld/